By: Gia Putri

Maybe it’s time to move away

I forget Jakarta

And all the empty promises will fall

Akhir-akhir ini suasana hati saya sedang mengharu biru, mungkin sedang suntuk dengan rutinitas sehari-hari, sedang jengah dengan situasi politik di Jakarta! Lagu Aditya Sofyan bertajuk ‘Forget Jakarta’ terus saya putar. Ya, saya memang benar-benar ingin melupakan sejenak hiruk pikuk ibu kota.

Karenanya, ketika Skolari-Sekolah Lari mengumumkan akan mengadakan latihan medan Wanitrail ke Cisadon pada 6 Oktober 2019, saya sangat antusias. Di dalam pikiran saya, wah saya akan bertemu dengan yang hijau-hijau, udara segar, gemericik air, juga suara serangga yang saling bersahut. Sudah lama rasanya, tidak bermain di alam. Terakhir, bulan Agustus lalu, saya mendaki ke Gunung Sindoro, Jawa Tengah.

Sebelum trail running di Cisadon, Coach Adrie Soetopo mengumumkan di whatsapp group (WAG), gear apa saja yang harus di bawa, seperti sepatu trailhydro bag, pakaian yang nyaman, hingga penganan ringan selama di jalur. Meskipun bakal ada dua water station (Warung Cisadon & Warung Curug Love), kami harus membawa kudapan ringan untuk penambah energi. Selain itu, Coach Adrie juga meminta kami para peserta Training Programs (TP) Wanitrail mengisi formulir assesment untuk dipelajari bagaimana kondisi masing-masing orang (untung tidak ada pertanyaan kondisi hati, bingung jawabnya! Haha).

Hari H pun tiba, sebelum memulai pengenalan medan trail, kami semua kumpul di Rumah Kopi Wan Tuw Tree, Babakan Madang, Jawa Barat. Total yang berangkat ada 18 orang, yakni Coach Adrie, Bang Lucky Angga, Bang Dhimas Beck Prayoga, Bang Dude Sofyan Herlino yang tamvan se-Jakarta Utara dan sekitarnya (sumpah ini special request dari yang bersangkutan, yang ingin namanya disebut demikian), Ka Sigrit Rahayu, Ka Dewi Ratna, Kak Shendy Ariel, Kak Shita, Kak Dita, Ka Riski Sinnar Respati, Bang Angga Paripurna, Ka Winny Gardiana, Kak Dira, Kak Linda, Kak Miranti, Bang Heri Pranata, dan Ka Dyan Novita.

Dari Rumah Kopi Wan Tuw Tree menuju KM 0, kami diangkut dengan mobil bak terbuka. Pemandangan sekitar Sentul sangat memanjakan mata, ditambah udara segar mengiringi perjalanan kami.

Sebelum start trail running, kami mengawalinya dengan doa bersama dan pemanasan di Lapangan Bendera yang dipimpin oleh Bang Dhimas. Setelah itu, kami bergerak menuju Kampung Cisadon, jalurnya tidak nahan, nanjaak pedaaas! saya memilih untuk jalan cepat atau lari tipis-tipis.

Dari pertigaan Cisadon, kami melewati Pondok Pemburu. Saya hanya melihat tanah kosong, ternyata pondok yang dulunya dibuat istirahat oleh orang-orang yang hobi berburu ini sekarang sudah dibongkar. Jadi, patokannya adalah sungai kecil yang dilewati saat perjalanan

Sekitar tiga jam perjalanan, kami sampai di Kampung Cisadon. Kami sangat senang karena bisa melepas lelah di Warung Cisadon sembari loading carbo. Tersedia minuman segar, sop ayam, orek tempe, telur dadar, telur rebus, nasi, sayur sop, Indomie telur, hingga kopi luwak. Di sekitar warung ini terbilang asyik untuk ber-selfie ria atau berswafoto, sembari melihat pemandangan Gunung Salak yang molek, terdapat pula empang berukuran lumayan besar yang airnya masih jernih. Jadilah setelah sesi makan dan berbincang ringan, kami berfoto ria.

Setelah itu, kami kembali memulai perjalanan, lokasi berikutnya adalah Curug Love. Jaraknya itu 3 Km. Kami kudu melewati turunan tremor yang bikin gempor. Kami juga harus melewati kanopi pepohonan dan menembus hutan bambu sehingga membuat adrenalin semakin terpompa.

Setelah disiksa dengan turunan yang menukik tajam, akhirnya kami sampai di Curug Love. Curug yang dikenal oleh warga setempat bernama Curug Catang ini merupakan salah satu curug yang masih jarang dikunjungi orang banyak karena minimnya informasi.Keunikan dari curug ini adalah tempatnya yang bukan berada di lereng gunung atau bukit melainkan di tengah-tengah persawahan dan perkebunan yang di sekelilingnya bersandingkan bukit.

Keindahan Curug Love adalah bentuk bebatuannya yang berkelok dan mengapit dengan goresan-goresan yang terbentuk alami akibat abrasi air yang mengalir di sepanjang lorong bebatuan serta air terjunnya yang berasal dari aliran air lereng bukit dengan ketinggian sekitar tiga meter.Dan, di beberapa titik terdapat kolam-kolam yang ke dalamannya sekitar satu setengah meter saat debit air tidak terlalu deras dengan warna air yang hijau. Namun, jika musim hujan datang maka debit air akan meninggi. Di atas bebatuan Curug Love merupakan persawahan dan perkebunan sehingga tepi-tepi bebatuannya pun ditumbuhi oleh tanaman dan pepohonan serta terdapatnya selang-selang panjang yang airnya di manfaatkan oleh warga setempat untuk mengairi persawahan dan perkebunan.

Kami pun satu demi satu nyebur ke Curug Love, rasa lelah hilang seketika. Kami bercanda, bermain air, dan yang pasti berfoto ria. Setelah puas, kami beristirahat sejenak di warung sekitar. Dari sini, saya dapat bocoran untuk sampai ke lokasi finish hanya dua jam saja. Coach Adrie bilang, kalau yang ingin duluan bisa mengekor Ka Sigrit.

Perjalanan menuju finish, yaitu Desa Babakan Madang, terasa lebih santai karena banyak turunan, tapi mendekati akhir perjalanan kami disambut oleh sedikit tanjakan yang lumayan membuat peluh keluar.

Melihat perumahan warga dan jalanan sudah diaspal, saya sontak ngengir lebar, artinya kami sudah sampai di finish. Mobil bak terbuka juga sudah siap mengangkut kami ke Rumah Kopi Wan Tuw Tree.

***

Pengenalan medan trail ke Cisadon ini menjadi sarana melepas penat yang baik karena membuat happy, meskipun tak bisa dipungkiri lumayan menguras tenaga dan dua kuku kaki saya hampir copot, haha!

Beberapa nilai plus lari trail adalah udara sejuk dan bersih. Ini paling terasa. Terlebih di atas ketinggian. Lalu, melatih keseimbangan. Kudu pintar meliuk-liuk bahkan membungkuk, jika ada halangan pohon yang menjorok ke jalan setapak. Lari di alam juga memiliki risiko cedera yang lebih tinggi, terutama di ankle kaki. Gerakan memilih tapak yang pas untuk kaki menjejak membuat rentan cidera. Jika yang terinjak adalah batu yang labil bisa keseleo. Atau permukaan yang licin bisa terpeleset. Jadi, harus selalu waspada!

Akhir kata, itu sedikit cerita perjalanan saya bersama Skolari ke Cisadon. Saya tidak sabar mengikuti latihan selanjutnya! Jadi, kapan kita ke mana?